Selasa, 07 Mei 2013

IBDA" BI NAFSI


                   Abu Nawas kehilangan cincin, ia tampak bingung mencari-cari, dahinya berkerut keringat bercucuran, mondar-mandir ia diteras hingga pekarangan belakang rumah, batu-batu yang kecil maupun besar yang dicurigai tempat kemungkinan terselipnya cincin diangkat dan dibalik satu-persatu, hingga 2 jam lamanya tak kunjung ketemu hingga para tetangga yang melihat merasa iba dan kasihan kepada Abu Nawas, mereka semua berbondong-bondong membantu Abu Nawas menemukan cincinnya yang hilang, atas dasar kawan dekat dan tetangga mereka rela meluangkan waktu untuk membantu mencarikan tanpa tahu dimana cincin tersebut berada, hing
ga akhirnya setelah lelah dan tak berdaya puas dengan pencarian yang tak kunjung mem buahkan hasil, salah seorang dari mereka mencoba menahan Abu Nawas yang sedikit emosi karena belum juga ketemu cincinnya.
                “Abu Nawas, hingga 3 jam kita mencari cincinmu tapi tak ada hasil apapun yang kita temui diluar sini, sebenarnya hilangnya cincinmu dimana?” ‘tanya teman Abu Nawas”. Abu Nawas dengan reflek menjawab bahwa cincinnya itu hilang didalam rumah. Para tetangga yang membantu menacarikan cincin tersebut semuanya menggerutu dan sewot serta menendang barang-barang yang ada diluar rumah Abu Nawas seraya nyeletuk “hilangnya didalam rumah, ngapain dari tadi nyarinya diluar rumah”.
                Fenomena Abu Nawas merata dan tumbuh subur layaknya jamur tiram di musim hujan, telah terjadi di pemerintahan, perusahaan, sekolah, dan disekitar kita. Bukannya Abu Nawas berbohong, melainkan tidak terdidik untuk mencari sumber masalah dari dalam terlebih dahulu, yakni dari diri sendiri sehingga Abu Nawas sering mengalami sakit perut, sariawan, dan ngantuk, dimana ciri-ciri tersebut adalah ciri orang yang stres.
                Abu Nawas jaman sekarang justru lebih rileks dan menikmati kesetresannya dengan memberikan obat-obatan anti stres. Mereka sibuk mencari diluar meskipun sampai stres dan terus menerus memberikan obat anti stres dan akhirnya tak kunjung ketemu apa yang dicari sampai obat stresnya habis. Mereka pernah bersekolah dari madrasah hingga kuliah tinggi sekali dan pernah guru atau ustadznya mengatakan “ibda’ bi nafsi” yang artinya mulailah dari dirimu sendiri.
                Mereka sangat paham betul arti kata dari ibda’ bi nafsi tersebut namun mengaplikasikannya tidak tepat, mereka memulai dari diri mereka sendiri yakni menstreskan diri sendiri dengan cara mencari diluar terlebih dahulu dan tak kunjung mencari di dalam.
                Untuk mencari kesalahan orang lain sangatlah mudah, namun apa daya kita seringkali kesulitan untuk mencari kesalahan diri sendiri dengan muhasabah. Emha ainun najib dalam hal mencari masalah mencontohkan pada sebuah penyakit flu, hidung nggebros-nggebros, meler, tersumbat, hingga memerah karena sering dipencet adalah ciri orang terkena flu, namun pada hakikatnya flu tidak berpusat pada hidung semata, hidung hanyalah tanda dan sinyal bahwa sedang terkena flu, sesungguhnya yang merasakan flu adalah sekujur tubuh namun kita sering terfokus hanya pada hidung semata. Bila kita ngeyel mencari obat hidung dan memencet-mencet hidung hingga kotoran hidung maupun airnya keluar terus menerus flu tidak akan berhenti dengan sendirinya. Karena yang perlu diobati adalah bukan hidung melainkan sekujur tubuhnya.
                Mencari kesalahan diri sendiri kadang hanya berfokus pada hidung, padahal sekujur tubuh baik itu berupa perkataan, perbuatan, maaupun tingkah laku yang dilakukan oleh tubuh sering melakukan kesalahan sehingga menyalahkan hidung yang terlalu over dalam menanggapi datangnya flu.
                Mencoba untuk berkaca dan memperbaiki diri adalah cara yang ampuh untuk menyelesaikan sebuah masalah, apapun masalahnya diupayakan yang dicari jawabannya terlebih dahulu adalah dari diri sendiri. Sehingga kita tidak berfokus pada reaksi satu pihak dan justru mencari diluar konteks permasalahan.
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar