Guru Olahraga
kok ngajar matematika?, kan ndak sesuai dengan bidangnya. Begitulah selentingan
yang saya dengar ketika sekolah tempatku mengajar memberikan amanah untuk
mengajar matematika kepadaku dikarenakan guru yang mengampu sebelumnya sedang
cuti melahirkan.
Kelas matematika disekolahku
terdiri
dari 3 kelas yakni Ar-Rahman, Ar-Rahim, dan Al-Ghofur, dan saya
kebagian siswa kelas AL-Ghofur dimana seluruh siswa didalamnya adalah siswa
dengan gaya belajar matematika yang sedikit berbeda dengan teman-temannya dan
memerlukan waktu lama untuk memahami sebuah soal dan menjawabnya. Meskipun
kebagian kelas paling bawah dan khusus, saya mencoba membesarkan hati dengan
mengatakan dalam diri bahwa saya pasti bisa belajar bersama-sama mereka dengan
hasil yang maksimal.
Sebelum menerima tantangan mengajar matematika, yang akan muncul dan
sudah terprediksi olehku adalah selentingan keraguan dari banyak pihak, dan
rasanya saya sudah siap untuk menerimanya, sehingga ketika banyak walisiswa
yang mempertanyakan serta meragukan kemampuanku, saya jawab dengan perbuatan
bukan alasan.
Dalam proses pembelajaran matematika seluruh siswa saya ajak untuk
memasuki pintu dimana pintu tersebut akan dibuka bersama-sama serta memasuki
ruangan juga bersama-sama dengan satu tujuan untuk mencari sakelar yang ada
didalam ruangan yang kita masuki tersebut.
Saya selaku guru juga tidak serta merta lari menuju sakelar yang berada
didalam ruangan tersebut untuk menyalakan sendiri dengan egois meskipun dulu
semasa saya SD juga pernah memasuki ruangan yang sama namun saya lebih
mengedepankan kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan apa saja yang berada
di dalam ruangan serta kemana harus melangkah dengan cara-cara yang mudah. Sesekali ada siswa yang menabrak meja maka
saya hampiri dan membalikkan dia kejalur yang benar untuk menemukan sakelarnya.
Siswa yang berulang-ulang menabrak tembok pun serta bebel atau ngeyel untuk terus nabrak tembok perlahan-lahan kita
balik badannya bersama-sama untuk menemukan jalur menuju sakelar dengan benar.
Hingga akhirnya saya dan seluruh siswa mampu menyalakan lampu diruangan
tersebut dengan menyalakan sakelar yang ada, kemudian kita mencoba keluar pintu
lagi pada ruangan yang sama dan dengan sigap memasuki ruangan tanpa menabrak
apapun serta mendapati ruangan telah terang dengan dipencetnya tombol sakelar
lampu.
Lampu menerangi kita semua, jawaban bagi para walisiswa yang meragukan
saya adalah masing-masing siswa yang belajar bersama saya mampu memasuki
ruangan sebuah permasalahan/ soal matematika dan mendapati sakelar ilmu
pengetahuan secara bersama dan menyenangkan.
Satu ruang pengetahuan yang telah berhasil kita temukan sakelar serta
nyalakan bersama akan tetap dinyalakan ruangan tersebut meskipun kadang banyak
hal yang dapat membuat ruangan itu gelap kembali. Dengan meminta mereka
menyerap cahaya ruangan tersebut kedalam H2O mereka, seperti yang dikatakan
Hamzah Haz bahwasanya H2O adalah Hati, Otak, dan Otot. Dengan terangnya hati
tentu ilmu tersebut akan betah didalamnya dan bahkan ikut menyinari orang-orang
disekitarnya, Otak dan Otot juga diperlukan untuk menyimpan dan berusaha sekuat
tenaga untuk menjadikan ilmu itu tetap dihati sehingga bila kita telah fokus
menuju pintu permasalahan selanjutnya untuk mencari sakelar dan menyalakannya
tentu tidak khawatir akan redupnya ruangan sebelumnya.
Asumsi masyarakat benar adanya dengan mengatakan bahwa guru SD itu tahu
banyak tapi tentang sedikit hal, saya tahu banyak hal termasuk matematika akan
tetapi sedikit sekali, namun dengan terus mencoba pintu-pintu baru menjadikan
saya lebih lapar akan banyak hal untuk dicari sakelarnya. Dalam mencari sakelar
matematika yanga saya pelajari bersama terasa banyak hal yang diketahui dan
lebih bermakna bila dicari bersama-sama siswa dan mampu menjawab selentingan
walisiswa yang meragukan dengan tindakan nyata serta bermakna.
Hasan Al-bana,
25 April 2013, 11:19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar