PAHLAWANKU
Hasan Albana,
M.Pd
Suara jeritan itu semakin mengecil di tengah kampung padat penduduk
yang bercirikan gang Silet di ujung balai RT, “Ya Allah…! Sakiiiit, sakiit
sekali. Seorang wanita terguling-guling memegang bagian bawah perutnya sembari
menahan sakit. Sementara kondisi rumah terkunci dari luar dan 2 orang anaknya
tertidur pulas. Rasa sakit itu tak tertahan
kan beberapa jam. Hingga, pintu itu
terbuka oleh seorang lelaki.
Seperti biasanya, ketika pulang sore
hari lelaki tersebut pasti disambut dengan senyum manis wanita muda di depan
pintu. Tetapi hari itu, ia merasa heran karena rutinitas itu tidak tampak.
Sembari memanggil-manggil ‘istriku..istriku..!. lelaki itu tidak mendapati
istrinya berada di beberapa ruang. Ia menjadi shock ketika mendapati
istrinya tersungkur di pojok dapur dengan muka pucat menahan sakit. Spontan
melompat, lelaki itu segera menggendong istrinya dan terus beristighfar, ia
periksa kondisi tubuh istrinya terlebih dahulu dengan menekan
bagian dada hingga kepala sekedar memastikan ia baik bak saja dan masih hidup.
“mas…, sakiittt..! ‘lirih suara dari
bibir pucat sang istri.
Tanpa berfikir
panjang, lelaki itu berlari dengan menggendong istrinya menuju rumah sakit.
Kala itu tahun 1986, belum ada kendaraan semudah saat ini seperti grab, gojek
dsb, sehingga lelaki itu dengan tubuhnya yang kekar berlari menggendong sejauh
1500 meter menyusuri jalan. Di tengah-tengah nafas yang tersengal-sengal,
terdengar suara gemuruh dan petir pertanda hujan akan turun, langit semakin
gelap dan awanpun tak kuasa menahan air di langit. Suasana
semakin mencekam ketika hujan turun dengan derasnya seketika.
Rintik air mata
menjadi ambigu, ia menetes begitu deras dengan ditemani oleh tangisan awan.
Gemetar tubuhnya, otot-otot yang kuatpun mulai melemas. Jarak 300 meter lagi
terasa sangat berat, papan besar bertuliskan RSSA Malang terasa jauh, diatas
jembatan lelaki tersebut mendongak keatas dan berteriak ‘Ya Allah… bantu kami
untuk bisa sampai ke rumah sakit, tolonglah istirku..!’. Semangat untuk
segera sampai ke rumah sakit kembali membara tatkala bibir pucat itu lirih
bersuara ‘mas….., dikit lagi sampai, aku masih bisa bertahan”. kata sang istri
Basah kuyup tak
digubris, dengan mantab mengucap ‘bismillah ya Allah.. bantu kami…”, lelaki itu
terus berlari hingga sampai pada pintu UGD yang terbuka lebar. Dokter segera
menanyakan apa gerangan yang terjadi pada ibu tersebut.
“dokter..dokter..
tolong istri saya..!. kata lelaki tersebut dengan nada sedikit tinggi
“tenang pak, tenang,
tolong ibu diletakkan di ruangan ini, akan kami periksa terlebih dahulu” kata
dokter. Segera pertolongan pertama diberikan oleh dokter sehingga wanita itu
tidak merasakan sakit lagi.
Ditengah waktu
menunggu yang lama, akhirnya dokter keluar dari ruangan dan mengabarkan perihal
istrinya. Dokter mencari ruang kosong dan mengajak lelaki tersebut “Pak, Istri
bapak terkena kanker..!, yang sabar ya.”,
Mendengar hal tersebut lelaki
tersebut seperti disambar petir, pikirannya kemana-mana, hidup tanpa saudara di
tanah rantau Kota Malang. Ia Nampak sedih, karena gajinya sebagai seorang guru muda sekolah swasta tentu tidaklah cukup, uang kontrakkan yang terus menunggak
serta kebutuhan susu 2 anaknya yang masih kecil senantiasa
menghantuinya, ia nampak linglung. Tatapannya kosong. Hingga dokter menepuk pundaknya. “pak..pak…, sadar pak..” kata dokter
“iya dokter,
terima kasih. Apa yang harus saya perbuat ? tanya lelaki tersebut.
Bapak tinggal menuju loket itu untuk mengisi formulir
persetujuan operasi pengangkatan daging yang tumbuh di salah satu ovarium istri
bapak. Hari ini juga istri bapak harus mendapat transfusi
darah karena ia sangat pucat dan kurang darah. “Untung
tidak terlambat pak, kalau tidak nyawa istri bapak tidak akan tertolong” imbuh dokter
Lelaki itu
berjalan lunglai menuju loket, petugas menyodorkan surat dengan nominal biaya
operasi yang sangat tinggi. Terpaksa lelaki tersebut harus menandatangani
supaya proses operasi dilaksanankan segera.
Lelaki tersebut
menitipkan istrinya ke dokter untuk dirawat di rumah sakit. Ia berjanji akan kembali
dengan membawa uang sesuai nominal biaya agar segera dilakukan tindakan.
Ia berjalan kaki kembali menuju rumah, sampai di depan pintu ia mendapati kedua anaknya menangis mencari cari orang tuanya. Ia memeluk
kedua anaknya sembari menangis. Setelah menenangkan kedua anaknya, ia berupaya
mencari cari barang yang ia punya untuk dijual sebagai biaya operasi istrinya. Namun sayang,
tidak ada satupun harta yang ia miliki yang nilainya besar untuk dijual, karena
ia baru 2 tahun merantau di kota itu.
Ia pun bertamu ke tetangganya yang juga
seorang guru, ia meminjam uang dengan persyaratan yang diberikan oleh temannya
tersebut, yaitu bekerja di malam hari selama 6 bulan sebagai pencuci piring di
warungnya. Lelaki itu mengiyakan karena ia
sangat butuh uang tersebut segera.
Setelah mendapatkan uangnya, ia
bergegas menuju rumah sakit untuk membayar biaya operasi. Akhirnya istrinya
bisa dioperasi. salah satu
ovarium dari istrinya terpaksa harus diangkat, supaya kanker tidak menjalar ke
bagian tubuh lainnya.
kini sang istri telah dioperasi dan mulai
membaik kondisinya. semasa di rawat di rumah sakit, lelaki tersebut berjuang
merawat kedua anaknya dan malam harinya harus bekerja tambahan mencuci piring
hingga malam. sang istri tidak tahu kalau suaminya setiap hari harus bekerja
lagi hingga larut malam demi melunasi pinjaman uang untuk keperluan operasi
akhirnya sang istri diperkenankan untuk pulang
karena telah sembuh. sesampai di rumah ia mulai mengetahui semuanya bahwa
suaminya setiap hari bekerja keras demi kedua anaknya dan dirinya. wajah ceria
selalu ditunjukkan suaminya meskipun hidup terasa berat.
setiap hari yang ia makan hanyalah nasi dan
garam, hingga 6 bulan lamanya hutang lelaki tersebut telah lunas dan tugas
tambahan membantu mencuci piring telah usai. sang istri baru mengetahui kalau
setiap malam suaminya membantu warung makan untuk mencari tambahan uang.
_________________________________________
34 tahun berlalu. Sosok perempuan dengan tubuh
punggungnya sedikit miring tetap cantik terlihat awet muda. Ia selalu gembira mendapati putra putrinya bisa
berkumpul di rumah induk setiap bulannya. sosok lelaki yang dulu kekar sekarang mulai renta dengan
gigi palsu terpasang rapi.
mereka
berdua setiap hari ahad duduk di atas kursi didepan anak dan cucu-cucunya
bercerita tentang awal kisah hadir ke kota Malang. kampung halaman yang
berjarak ribuan kilometer tidak menghalanginya untuk mencari ilmu dan mengadu
nasib di Malang. pulau kecil tepat di pesisir pantai di ujung Timur Indonesia
ia tinggalkan hingga tahun 2021 tiba.
Dengan semangat lelaki tersebut menceritakan
bahwa kisah suka dan duka telah dilaluinya semasa muda. merantau jauh bersama
istrinya tanpa ada saudara sungguhlah berat kala itu. gaji seorang guru yang
sangat kecil, kendaraan vespa yang sering rusak, dan sebagainya. pernah suatu
ketika, rutinitasnya sebagai seorang muballigh harus terjadwal khutbah di kota Lawang
yang jaraknya 30 KM dari rumahnya, kendaraan vespa butut dipakainya meluncur
menuju masjid. malang kala itu, ban belakang vespanya harus lepas dan terjatuh
hingga terluka berdarah-darah. kisah pilu lainnya adalah tatkala kondisi
paceklik tidak ada uang, ia harus berpuasa berhari-hari demi anak anaknya tetap
makan. ia sembunyikan kegelisahannya, berdua ia mrintih menangis hanya berharap
kepada Rabbnya, dua tangan diangkatnya, sajadah terhampar menjadi tempat
rintikan tangis. mengadu di tengah lampu minyak yang redup syahdu sepertiga
malam.
Seluruh cucu-cucunya nampak serius menyimak
cerita lelaki tersebut. hingga akhirnya lelaki itu mengatakan bahwa, sekilas
cerita itu adalah tentang Ibnu Sina dengan nama aslinya adalah Nurdin Hasan,
nama itu adalah nama lelaki itu sendiri.
Kini, hidupnya sudah indah, tinggal di hunian
asri nan teduh milik sendiri tanpa harus dikejar deadline membayar kontrakan.
seluruh putra putrinya telah sukses tuntas kuliah hingga S-2. bekerja mapan
tidak harus seberat ayahnya dahulu. hari-hari diisi dengan berdakwah mengajar
di panti asuhan maupun tempat sosial. kenangan masa lalu mengingatkan motto
dikala muda yaitu tidak ada kenikmatan di masa tua bagi mereka yang malas di
masa muda.
____________________________
Terima kasih bapakku, engkau pahlawanku.
semoga Allah memberikan keberkahan kepadamu, kesehatan, serta kenikmatan
beribadah hingga ujung usia kelak menjadi bekal sebaik baik bekal. amin..
by : Hasan
Albana Putra kedua