Senin, 29 November 2021

PAHlAWANKU

PAHLAWANKU

Hasan Albana, M.Pd

 

            Suara jeritan itu semakin mengecil di tengah kampung padat penduduk yang bercirikan gang Silet di ujung balai RT, “Ya Allah…! Sakiiiit, sakiit sekali. Seorang wanita terguling-guling memegang bagian bawah perutnya sembari menahan sakit. Sementara kondisi rumah terkunci dari luar dan 2 orang anaknya tertidur pulas. Rasa sakit itu tak tertahan
kan beberapa jam. Hingga, pintu itu terbuka oleh seorang lelaki.

Seperti biasanya, ketika pulang sore hari lelaki tersebut pasti disambut dengan senyum manis wanita muda di depan pintu. Tetapi hari itu, ia merasa heran karena rutinitas itu tidak tampak. Sembari memanggil-manggil ‘istriku..istriku..!. lelaki itu tidak mendapati istrinya berada di beberapa ruang. Ia menjadi shock ketika mendapati istrinya tersungkur di pojok dapur dengan muka pucat menahan sakit. Spontan melompat, lelaki itu segera menggendong istrinya dan terus beristighfar, ia periksa kondisi tubuh istrinya terlebih dahulu dengan menekan bagian dada hingga kepala sekedar memastikan ia baik bak saja dan masih hidup.

“mas…, sakiittt..! ‘lirih suara dari bibir pucat sang istri.

            Tanpa berfikir panjang, lelaki itu berlari dengan menggendong istrinya menuju rumah sakit. Kala itu tahun 1986, belum ada kendaraan semudah saat ini seperti grab, gojek dsb, sehingga lelaki itu dengan tubuhnya yang kekar berlari menggendong sejauh 1500 meter menyusuri jalan. Di tengah-tengah nafas yang tersengal-sengal, terdengar suara gemuruh dan petir pertanda hujan akan turun, langit semakin gelap dan awanpun tak kuasa menahan air di langit. Suasana semakin mencekam ketika hujan turun dengan derasnya seketika.

            Rintik air mata menjadi ambigu, ia menetes begitu deras dengan ditemani oleh tangisan awan. Gemetar tubuhnya, otot-otot yang kuatpun mulai melemas. Jarak 300 meter lagi terasa sangat berat, papan besar bertuliskan RSSA Malang terasa jauh, diatas jembatan lelaki tersebut mendongak keatas dan berteriak ‘Ya Allah… bantu kami untuk bisa sampai ke rumah sakit, tolonglah istirku..!’. Semangat untuk segera sampai ke rumah sakit kembali membara tatkala bibir pucat itu lirih bersuara ‘mas….., dikit lagi sampai, aku masih bisa bertahan”. kata sang istri

            Basah kuyup tak digubris, dengan mantab mengucap ‘bismillah ya Allah.. bantu kami…”, lelaki itu terus berlari hingga sampai pada pintu UGD yang terbuka lebar. Dokter segera menanyakan apa gerangan yang terjadi pada ibu tersebut.

            “dokter..dokter.. tolong istri saya..!. kata lelaki tersebut dengan nada sedikit tinggi

            “tenang pak, tenang, tolong ibu diletakkan di ruangan ini, akan kami periksa terlebih dahulu” kata dokter. Segera pertolongan pertama diberikan oleh dokter sehingga wanita itu tidak merasakan sakit lagi.

            Ditengah waktu menunggu yang lama, akhirnya dokter keluar dari ruangan dan mengabarkan perihal istrinya. Dokter mencari ruang kosong dan mengajak lelaki tersebut “Pak, Istri bapak terkena kanker..!, yang sabar ya.”,

Mendengar hal tersebut lelaki tersebut seperti disambar petir, pikirannya kemana-mana, hidup tanpa saudara di tanah rantau Kota Malang. Ia Nampak sedih, karena gajinya sebagai seorang guru muda sekolah swasta tentu tidaklah cukup, uang kontrakkan yang terus menunggak serta kebutuhan susu 2 anaknya yang masih kecil senantiasa menghantuinya, ia nampak linglung. Tatapannya kosong. Hingga dokter menepuk pundaknya. “pak..pak…, sadar pak..” kata dokter

            “iya dokter, terima kasih. Apa yang harus saya perbuat ? tanya lelaki tersebut.

Bapak tinggal menuju loket itu untuk mengisi formulir persetujuan operasi pengangkatan daging yang tumbuh di salah satu ovarium istri bapak. Hari ini juga istri bapak harus mendapat transfusi darah karena ia sangat pucat dan kurang darah. Untung tidak terlambat pak, kalau tidak nyawa istri bapak tidak akan tertolong” imbuh dokter

            Lelaki itu berjalan lunglai menuju loket, petugas menyodorkan surat dengan nominal biaya operasi yang sangat tinggi. Terpaksa lelaki tersebut harus menandatangani supaya proses operasi dilaksanankan segera.

            Lelaki tersebut menitipkan istrinya ke dokter untuk dirawat di rumah sakit. Ia berjanji akan kembali dengan membawa uang sesuai nominal biaya agar segera dilakukan tindakan.

Ia berjalan kaki kembali menuju rumah, sampai di depan pintu ia mendapati kedua anaknya menangis mencari cari orang tuanya. Ia memeluk kedua anaknya sembari menangis. Setelah menenangkan kedua anaknya, ia berupaya mencari cari barang yang ia punya untuk dijual sebagai biaya operasi istrinya. Namun sayang, tidak ada satupun harta yang ia miliki yang nilainya besar untuk dijual, karena ia baru 2 tahun merantau di kota itu.

Ia pun bertamu ke tetangganya yang juga seorang guru, ia meminjam uang dengan persyaratan yang diberikan oleh temannya tersebut, yaitu bekerja di malam hari selama 6 bulan sebagai pencuci piring di warungnya. Lelaki itu mengiyakan karena ia sangat butuh uang tersebut segera.

Setelah mendapatkan uangnya, ia bergegas menuju rumah sakit untuk membayar biaya operasi. Akhirnya istrinya bisa dioperasi. salah satu ovarium dari istrinya terpaksa harus diangkat, supaya kanker tidak menjalar ke bagian tubuh lainnya.

kini sang istri telah dioperasi dan mulai membaik kondisinya. semasa di rawat di rumah sakit, lelaki tersebut berjuang merawat kedua anaknya dan malam harinya harus bekerja tambahan mencuci piring hingga malam. sang istri tidak tahu kalau suaminya setiap hari harus bekerja lagi hingga larut malam demi melunasi pinjaman uang untuk keperluan operasi

akhirnya sang istri diperkenankan untuk pulang karena telah sembuh. sesampai di rumah ia mulai mengetahui semuanya bahwa suaminya setiap hari bekerja keras demi kedua anaknya dan dirinya. wajah ceria selalu ditunjukkan suaminya meskipun hidup terasa berat.

setiap hari yang ia makan hanyalah nasi dan garam, hingga 6 bulan lamanya hutang lelaki tersebut telah lunas dan tugas tambahan membantu mencuci piring telah usai. sang istri baru mengetahui kalau setiap malam suaminya membantu warung makan untuk mencari tambahan uang.

_________________________________________

 

34 tahun berlalu. Sosok perempuan dengan tubuh punggungnya sedikit miring tetap cantik terlihat awet muda. Ia selalu gembira mendapati putra putrinya bisa berkumpul di rumah induk setiap bulannya. sosok lelaki yang dulu kekar sekarang mulai renta dengan gigi palsu terpasang rapi.

            mereka berdua setiap hari ahad duduk di atas kursi didepan anak dan cucu-cucunya bercerita tentang awal kisah hadir ke kota Malang. kampung halaman yang berjarak ribuan kilometer tidak menghalanginya untuk mencari ilmu dan mengadu nasib di Malang. pulau kecil tepat di pesisir pantai di ujung Timur Indonesia ia tinggalkan hingga tahun 2021 tiba.

Dengan semangat lelaki tersebut menceritakan bahwa kisah suka dan duka telah dilaluinya semasa muda. merantau jauh bersama istrinya tanpa ada saudara sungguhlah berat kala itu. gaji seorang guru yang sangat kecil, kendaraan vespa yang sering rusak, dan sebagainya. pernah suatu ketika, rutinitasnya sebagai seorang muballigh harus terjadwal khutbah di kota Lawang yang jaraknya 30 KM dari rumahnya, kendaraan vespa butut dipakainya meluncur menuju masjid. malang kala itu, ban belakang vespanya harus lepas dan terjatuh hingga terluka berdarah-darah. kisah pilu lainnya adalah tatkala kondisi paceklik tidak ada uang, ia harus berpuasa berhari-hari demi anak anaknya tetap makan. ia sembunyikan kegelisahannya, berdua ia mrintih menangis hanya berharap kepada Rabbnya, dua tangan diangkatnya, sajadah terhampar menjadi tempat rintikan tangis. mengadu di tengah lampu minyak yang redup syahdu sepertiga malam.

Seluruh cucu-cucunya nampak serius menyimak cerita lelaki tersebut. hingga akhirnya lelaki itu mengatakan bahwa, sekilas cerita itu adalah tentang Ibnu Sina dengan nama aslinya adalah Nurdin Hasan, nama itu adalah nama lelaki itu sendiri.

Kini, hidupnya sudah indah, tinggal di hunian asri nan teduh milik sendiri tanpa harus dikejar deadline membayar kontrakan. seluruh putra putrinya telah sukses tuntas kuliah hingga S-2. bekerja mapan tidak harus seberat ayahnya dahulu. hari-hari diisi dengan berdakwah mengajar di panti asuhan maupun tempat sosial. kenangan masa lalu mengingatkan motto dikala muda yaitu tidak ada kenikmatan di masa tua bagi mereka yang malas di masa muda.

____________________________

Terima kasih bapakku, engkau pahlawanku. semoga Allah memberikan keberkahan kepadamu, kesehatan, serta kenikmatan beribadah hingga ujung usia kelak menjadi bekal sebaik baik bekal. amin..

by : Hasan Albana Putra kedua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar