Rabu, 24 November 2021

Mentalitas Gratis Akar Dari Korupsi ?

Gratis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online (KBBI) adalah tidak dipungut biaya, sedangkan Gratifikasi adalah pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh. Gratifikasi sendiri menjadi salah satu celah indikasi terjadinya korupsi, salah satu contoh gratifikasi adalah pemberian tiket pejalanan gratis atau cuma cuma kepada pejabat atau keluarganya untuk kepentingan pribadi, lalu apakah ada hubungan antara gratis dengan gratifikasi?.

Boleh jadi, belum ada penelitian tentang relasi antara mentalitas gratis terhadap budaya korupsi di Indonesia. Sangat manusiawi bilamana seseorang diberi barang gratis lebih dipilih dari pada harus membeli sendiri. Mahatma Ghandi berucap bahwa pikiranmu akan menjadi perkataanmu, kemudian perkataan akan menjadi perbuatan, berikutnya perbuatan tersebut akan menjadi tingkah laku, dan tingkah laku akan menjadi kebiasaan. dari kebiasaan tersebut jadilah sebuah karakter, dan karakter menjadi takdir. Berawal dari mentalitas gratisan (pikiran) akan menjadikan seseorang menginginkan segala sesuatunya gratis dan ditakdirkan menjadi pribadi yang mencintai barang gratis.

Berawal dari kebiasaan mencintai hal yang gratis, sebut saja makan nasi gratis,  minum gratis lebih disukai, sehingga bila ada disuatu tempat diumumkan ada bagi-bagi barang gratis, pasti terjadi antrian di sana untuk mendapatkannya, tidak peduli sepanjang apapun antriannya tetap berupaya menjadi bagian dari orang yang mendapatkan salah satu barang yang dibagikan. Setelah terbiasa dengan pola pikir gratisan, maka perilakunya menginginkan yang gratis gratis. bila tidak ada yang menawarkan kegratisan maka akan mencoba membuat orang lain untuk mengadakan program gratis-gratisan. Bila dirasa memang tidak ada lagi barang gratisan maka akan memanfaatkan posisinya ataupun jabatannya supaya mengundang orang lain memberikan barang gratis atau gratifikasi. Padahal dalam Islam kita dianjurkan tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah al yadul ‘ulya khairumminal yadis sufla. memberi lebih baik dari pada menerima gratisan.

Kebutuhan saat ini adalah perubahan cara pandang maupun mindset bahwa gratifikasi bukanlah hal yang membanggakan, mendapatkan barang gratis bukan merupakan hal yang dianjurkan, dan dibutuhkan sebuah perjuangan dalam memperoleh sesuatu. Teten Masduki mengatakan bahwa masih sedikit pemimpin politik, agama, birokrasi, masyarakat di negeri ini yang betul betul ingin keluar dari situasi yang sangat korup saat ini, hal tersebut dikarenakan mentalitas gratis yang terlalu melekat pada pola pikir bangsa ini (Khoiri I, 2014:91).

            Mengapa Indonesia ditakdirkan menjadi negara terkorup dengan IPK 2,2  pada tahun 2005?, selain itu juga data Corruption Perception Index (CPI) sejak tahun 1995 menjadikan Indonesia negara yang senantiasa di teliti. Hal tersebut Karena fluktuasi kasus yang sangat menarik yang tidak lepas dari mentalitas masyarakatnya, dan sejauh ini berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah demi mengatasi permasalahan ini. program-program anti korupsi senantiasa digulirkan untuk menghambat laju perkembangan kasus korupsi, sementara generasi penerus bangsa yakni para pemuda terus bertumbuh, mereka menyaksikan live show bagaimana para seniornya dengan lihai melakukan korupsi, episode demi episode terus dikonsumsi oleh anak-anak muda, dimana merekalah yang akan menjadi penerus para senironya sekian puluh tahun ke depan. Budaya tersebut secara tidak langsung terwariskan, salah satu efek negatif dari budaya korupsi pada jangka panjang adalah rusaknya generasi muda (Setiadi, W. 2018)

            Sebagaimana analogi, bila ada rumah bocor maka yang perlu dilakukan adalah segera mengatasi kebocoran tersebut yakni mengganti atap yang rusak. namun sayangnya, negeri ini ketika mendapati atap bocor, yang dilakukan adalah mengepel lantai yang basah karena kebocoran, sehingga masalah atap bocor tidak teratasi dan akan terus terjadi kebocoran kebocoran meskipun lantai sudah dibersihkan sampai kering. Padahal akar masalah belum teratasi. sama halnya dengan korupsi, akar masalah ada pada mentalitas gratisan masyarakatnya, sehingga meskipun program-program yang digalakkan menghabiskan uang milyaran, bahkan membentuk badan independen seperti KPK komisi pemberantasan korupsi, tetap saja ‘lantai’ korupsi di Indonesia meskipun kering, tetapi akar masalah ‘kebocoran’ tidak akan teratasi. mentalitas gratis yang membuat semuanya bocor.

Lalu bagaimana cara mengatasinya?. alternatif solusi perubahan mindset sedari dini perlu segera dilakukan secara isitiqomah dan massiv, barang gratis tidaklah keren, mental gratisan termasuk mental miskin, sedangkan miskin menurut Bill Gates adalah dosa atau Poor is Sin (Albana, 2016: 7). Contoh lain barang gratis adalah menemukan uang di jalan, di suatu tempat, ataupun dimanapun berada. Bila barang tersebut bukan milik kita maka tidak ada hak bagi seseorang untuk memilikinya sebelum pemiliknya menginkhlaskan. respon Seseorang diawal ketika mendapati ada barang orang lain yang ditemukan adalah tidak befikir untuk memilikinya secara gratis tetapi berfikir bagaimana cara mengembalikan kepada pemiliknya. seorang anak yang dihadapkan pada kasus seperti itu, maka apa yang dilakukan pertama kali terhadap barang yang ditemukan akan menentukan masa depannya kelak, bila ia menjadi pemimpin maka ia akan menjadi pemimpin yang jujur bila mengembalikan kepada pemiliknya. tetapi bila ia  memutuskan untuk memiliki barang tersebut, karen dianggap barang ‘gratis’, maka cikal bakal mental korupsi akan tumbuh subur pada mindset  anak ini.

Induk dari 9 nilai dasar anti korupsi adalah Jujur, bila nilai ini hilang diawal maka 8 nilai lainnya menjadi sia-sia. jujur perlu ditanamkan, disiram, dan dipupuk sehingga muncul bibit-bibit generasi penerus yang memiliki integritas, tidak hanya slogan yang terpampang di baliho depan kantor bertuliskan ‘zona integritas’, tetapi melainkan baliho itu sudah terpatri di dalam pikiran dan dada genenasi penerus. Biarlah korupsi yang terjadi saat ini menjadi sejarah gelap bangsa, menghapus jejak dan menapaki jalur baru menuju indonesia bebas korupsi. Bagaimana cara menanamkan sikap jujur ? salah satunya adalah melalui lembaga pendidikan semenjak PAUD maupun SD. Seorang Wismiarti Tamin rela mengundurkan diri dari jabatannya kala itu sebagai kepala dinas kesehatan di DKI Jakarta karena dalam proses seleksi karyawan mendapati lulusan-lulusan luar negeri dengan IPK Cumlaude tidak memiliki kejujuran, sehingga ia lebih memilih menjadi guru PAUD demi mempersiapkan generasi penerus yang jujur (Kasali, R.2019:245)

 

 

 


 

Daftar Rujukan

 

Albana, H.2016. Pernik Segitiga Bersekolah.Malang. Ismaya Publisihng

Https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5634338/apa-itu-gratifikasi

Https://kbbi.web.id/gratis

Kasali, R. 2019. Sentra. Bandung. Mizan

Khoiri, I, Arif, A. 2014. Yth.Bapak Presiden. Jakarta. Gramedia.

Setiadi, W. 2018. Korupsi di Indonesia. Jurnal Legislasi Indonesia. 15 (3):249-262

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar