Gratis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online (KBBI) adalah
tidak dipungut biaya, sedangkan Gratifikasi adalah pemberian yang diberikan
karena layanan atau manfaat yang diperoleh. Gratifikasi sendiri menjadi salah
satu celah indikasi terjadinya korupsi, salah satu contoh gratifikasi adalah
pemberian tiket pejalanan gratis atau cuma cuma kepada pejabat atau keluarganya
untuk kepentingan pribadi, lalu apakah ada hubungan antara gratis dengan
gratifikasi?.
Boleh jadi, belum ada penelitian tentang relasi antara mentalitas
gratis terhadap budaya korupsi di Indonesia. Sangat manusiawi bilamana
seseorang diberi barang gratis lebih dipilih dari pada harus membeli sendiri.
Mahatma Ghandi berucap bahwa pikiranmu akan menjadi perkataanmu, kemudian
perkataan akan menjadi perbuatan, berikutnya perbuatan tersebut akan menjadi
tingkah laku, dan tingkah laku akan menjadi kebiasaan. dari kebiasaan tersebut
jadilah sebuah karakter, dan karakter menjadi takdir. Berawal dari mentalitas
gratisan (pikiran) akan menjadikan seseorang menginginkan segala sesuatunya
gratis dan ditakdirkan menjadi pribadi yang mencintai barang gratis.
Berawal dari kebiasaan mencintai hal yang gratis, sebut saja makan
nasi gratis, minum gratis lebih disukai,
sehingga bila ada disuatu tempat diumumkan ada bagi-bagi barang gratis, pasti
terjadi antrian di sana untuk mendapatkannya, tidak peduli sepanjang apapun
antriannya tetap berupaya menjadi bagian dari orang yang mendapatkan salah satu
barang yang dibagikan. Setelah terbiasa dengan pola pikir gratisan, maka
perilakunya menginginkan yang gratis gratis. bila tidak ada yang menawarkan
kegratisan maka akan mencoba membuat orang lain untuk mengadakan program
gratis-gratisan. Bila dirasa memang tidak ada lagi barang gratisan maka akan
memanfaatkan posisinya ataupun jabatannya supaya mengundang orang lain
memberikan barang gratis atau gratifikasi. Padahal dalam Islam kita dianjurkan
tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah al yadul ‘ulya
khairumminal yadis sufla. memberi lebih baik dari pada menerima gratisan.
Kebutuhan saat ini adalah perubahan cara pandang maupun mindset
bahwa gratifikasi bukanlah hal yang membanggakan, mendapatkan barang gratis
bukan merupakan hal yang dianjurkan, dan dibutuhkan sebuah perjuangan dalam
memperoleh sesuatu. Teten Masduki mengatakan bahwa masih sedikit pemimpin politik,
agama, birokrasi, masyarakat di negeri ini yang betul betul ingin keluar dari
situasi yang sangat korup saat ini, hal tersebut dikarenakan mentalitas gratis
yang terlalu melekat pada pola pikir bangsa ini (Khoiri I, 2014:91).
Mengapa Indonesia
ditakdirkan menjadi negara terkorup dengan IPK 2,2 pada tahun 2005?, selain itu juga data
Corruption Perception Index (CPI) sejak tahun 1995 menjadikan Indonesia negara
yang senantiasa di teliti. Hal tersebut Karena fluktuasi kasus yang sangat
menarik yang tidak lepas dari mentalitas masyarakatnya, dan sejauh ini berbagai
upaya dilakukan oleh pemerintah demi mengatasi permasalahan ini.
program-program anti korupsi senantiasa digulirkan untuk menghambat laju
perkembangan kasus korupsi, sementara generasi penerus bangsa yakni para pemuda
terus bertumbuh, mereka menyaksikan live show bagaimana para seniornya
dengan lihai melakukan korupsi, episode demi episode terus dikonsumsi oleh
anak-anak muda, dimana merekalah yang akan menjadi penerus para senironya
sekian puluh tahun ke depan. Budaya tersebut secara tidak langsung terwariskan,
salah satu efek negatif dari budaya korupsi pada jangka panjang adalah rusaknya
generasi muda (Setiadi, W. 2018)
Sebagaimana
analogi, bila ada rumah bocor maka yang perlu dilakukan adalah segera mengatasi
kebocoran tersebut yakni mengganti atap yang rusak. namun sayangnya, negeri ini
ketika mendapati atap bocor, yang dilakukan adalah mengepel lantai yang basah
karena kebocoran, sehingga masalah atap bocor tidak teratasi dan akan terus
terjadi kebocoran kebocoran meskipun lantai sudah dibersihkan sampai kering. Padahal
akar masalah belum teratasi. sama halnya dengan korupsi, akar masalah ada pada
mentalitas gratisan masyarakatnya, sehingga meskipun program-program yang
digalakkan menghabiskan uang milyaran, bahkan membentuk badan independen
seperti KPK komisi pemberantasan korupsi, tetap saja ‘lantai’ korupsi di
Indonesia meskipun kering, tetapi akar masalah ‘kebocoran’ tidak akan teratasi.
mentalitas gratis yang membuat semuanya bocor.
Lalu bagaimana cara mengatasinya?. alternatif solusi perubahan mindset
sedari dini perlu segera dilakukan secara isitiqomah dan massiv, barang gratis
tidaklah keren, mental gratisan termasuk mental miskin, sedangkan miskin
menurut Bill Gates adalah dosa atau Poor is Sin (Albana, 2016: 7). Contoh
lain barang gratis adalah menemukan uang di jalan, di suatu tempat, ataupun
dimanapun berada. Bila barang tersebut bukan milik kita maka tidak ada hak bagi
seseorang untuk memilikinya sebelum pemiliknya menginkhlaskan. respon Seseorang
diawal ketika mendapati ada barang orang lain yang ditemukan adalah tidak
befikir untuk memilikinya secara gratis tetapi berfikir bagaimana cara
mengembalikan kepada pemiliknya. seorang anak yang dihadapkan pada kasus
seperti itu, maka apa yang dilakukan pertama kali terhadap barang yang
ditemukan akan menentukan masa depannya kelak, bila ia menjadi pemimpin maka ia
akan menjadi pemimpin yang jujur bila mengembalikan kepada pemiliknya. tetapi
bila ia memutuskan untuk memiliki barang
tersebut, karen dianggap barang ‘gratis’, maka cikal bakal mental korupsi akan
tumbuh subur pada mindset anak
ini.
Induk dari 9 nilai dasar anti korupsi adalah Jujur, bila nilai ini
hilang diawal maka 8 nilai lainnya menjadi sia-sia. jujur perlu ditanamkan,
disiram, dan dipupuk sehingga muncul bibit-bibit generasi penerus yang memiliki
integritas, tidak hanya slogan yang terpampang di baliho depan kantor
bertuliskan ‘zona integritas’, tetapi melainkan baliho itu sudah terpatri di
dalam pikiran dan dada genenasi penerus. Biarlah korupsi yang terjadi saat ini
menjadi sejarah gelap bangsa, menghapus jejak dan menapaki jalur baru menuju
indonesia bebas korupsi. Bagaimana cara menanamkan sikap jujur ? salah satunya
adalah melalui lembaga pendidikan semenjak PAUD maupun SD. Seorang Wismiarti
Tamin rela mengundurkan diri dari jabatannya kala itu sebagai kepala dinas
kesehatan di DKI Jakarta karena dalam proses seleksi karyawan mendapati
lulusan-lulusan luar negeri dengan IPK Cumlaude tidak memiliki kejujuran,
sehingga ia lebih memilih menjadi guru PAUD demi mempersiapkan generasi penerus
yang jujur (Kasali, R.2019:245)
Daftar Rujukan
Albana, H.2016. Pernik Segitiga
Bersekolah.Malang. Ismaya Publisihng
Https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5634338/apa-itu-gratifikasi
Kasali, R. 2019. Sentra. Bandung. Mizan
Khoiri, I, Arif, A. 2014. Yth.Bapak Presiden. Jakarta. Gramedia.
Setiadi, W. 2018. Korupsi di Indonesia. Jurnal Legislasi Indonesia.
15 (3):249-262
Tidak ada komentar:
Posting Komentar