Senin, 29 April 2013

Mantra Kang Yoyok

                                                                            IZUL
 
 
           saya menjadi benar-benar tersinggung ketika apa yang dialami yoyok tersebut terjadi kepada saya.
Membaca buku karangan yoyok dwi prastyo (2012) yang berjudul “guru monyet”, saya tersinggung,
                Kelas 5B terletak dilantai bawah, kelas ini tampak mulai kelihatan rapi sejak mereka mencanangkan ingin menjadi pemenang lomba kelas terbersih di sekolah. Berbagai pernak-pernik, tulisan motivasi, bangku yang rapi dll mulai menjadi pembeda dibanding hari-hari sebelumnya. Ketika hendak masuk kelas sepatu harus dilepas tak terkecuali guru. Ketika hendak memasuki kelas saya sangat tersinggung  melihat siswa-siswi semuanya menghina salah seorang temannya, namanya Izul, yang kebetulan dianugerahi kulit yang tidak putih, dan kecepatan dalam hal apapun kurang, termasuk menyerap pelajaran. Tapi dalam hati, “kenapa sih mereka harus menghina izul seperti itu?”.
                Padahal mereka sebagai generasi penerus, yang bersekolah di sekolah dasar Islam, tentunya harus paham benar bagaimana Islam mengajarkan supaya menghargai temannya sendiri, bentuk tubuh, warna kulit, kemampuan berfikir, itu semua hak  Pembuatnya, Allah sudah tau betul bagaimana membuatnya dan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh Izul, siapa juga yang mau dihina setiap hari, dia juga punya hak untuk bebas dari tekanan batin hinaan yang mematikan karakter temannya sendiri hanya karena tidak seperti kebanyakan siswa lainnya. Izul memiliki kelebihan yang temannya tidak mengetahui, namun yang lebih tampak sehari-hari adalah kekurangan izul yang diulang-ulang dihina dan menjadikan Izul pendiam dan meratapi keadaannya.
                Melihat hal itu, saya sebagai guru tidak mau tinggal diam, saya tidak rela penghancuran karakter Izul berlangsung terus menerus setiap hari, ketersinggunganku tidak akan saya biarkan menjadi amarah bahkan emosi yang tak terkendali untuk menghardik siswa-siswa yang mengambil hak Izul untuk bebas dari tekanan mental. Yang saya lakukan bukanlah membentak-bentak dan menggebrak meja, melainkan dengan perumpamaan.
Seperti yang dilakukan oleh yoyok dwi prastyo (2012), menghadapi situasi yang sama dengan beliau saya mencoba “mantra” yoyok untuk saya terapkan pada muridku. Saya mengambil uang dua ribu dari kantong saya dan juga meminjam uang salah seorang siswa yang nominalnya lebih tinggi dari dua ribu, kebetulan Deva ketua kelas 5B, memiliki uang lima ribu. Uang kami tampak lumayan baru, meskipun terdapat sedikit tekukan pada ujung uang tersebut.
Selanjutnya tanpa menunggu waktu lama, uang lima ribu tersebut langsung saya remas-remas hingga lungset dan tak berbentuk bagus lagi serta tak indah dipandang seperti semula. Kemudian saya melontarkan pertanyaan pada seluruh siswa yang mulai tampak tidak terima dengan apa yang saya lakukan, jika mereka sedang berjalan ditengah jalan menemukan uang dua ribu yang masih bagus dan uang lima ribu yang telah terlipat-lipat dan rusak tak berbentuk, maka bila disuruh memilih salah satu, uang mana yang akan mereka pilih. Jawaban serempak seperti paduan suara mereka lontarkan dan sangat kompak memilih uang lima ribuan tersebut, mendengar antusias mereka menjawab kemudian saya lanjutkan pertanyaan mengapa  harus memilih uang lima ribu, padahal bila dipikir-pikir dan diamati, tentu uang dua ribu yang tampak bagus dan rapi lebih indah dipandang dan pantas masuk dompet, dari pada uang lima ribuan yang layu dan kusut tak berbentuk tentu tidak sedap dipandang.
Ternyata mereka menjawab memilih uang lima ribu dari pada dua ribu bukan karena bentuknya yang kusut dan jelek, tetapi karena nilai uang lima ribu lebih tinggi dibanding dua ribu. Kemudian saya sanggah dengan mengatakan harusnya mereka seperti itu, menilai Izul tidak pada bentuk fisik yang diciptakan Allah, dimata Allah orang yang bernilai dan memiliki derajat bukan dinilai dari ketampanannya, kecantikannya, hartanya, melainkan karena iman, kemuliaan hatinya. Tampaknya perumpamaan yang saya berikan sama berhasilnya dengan yang dilakukan Yoyok, tentu reaksi seluruh siswa ada yang menyesal telah menghina, ada yang terdiam seribu bahasa, dan ada pula yang langsung menuju Izul untuk meminta maaf. Melihat hal itu, saya tampak bahagia dan bangga kepada siswa-siswi kelas 5B tersebut, hati mereka mudah dimasuki cahaya hidayah dari Allah melalui apa yang saya contohkan, sehingga harapannya mereka menjadi rukun dan mampu berfastabiqul qoirot menjadi yang terbaik di sekolah tanpa harus menghancurkan karakter dan mental temannya sendiri.
Pesanku kepada Izul adalah “jadilah dirimu sendiri, saya tahu ada potensi yang terpendam dalam dirimu, ledakkan potensimu untuk membelalakkan dunia bahwa kamu bisa”. Izul mulai bersemangat kembali untuk menggerak-gerakan pensil yang digenggamnya dan melemparkan senyum kepuasan tanda dia siap untuk meledakkan potensinya.
 

Minggu, 28 April 2013

"PAJAK 58"

 
Antrian panjang sudah tampak hingga mencapai pintu luar, meskipun di atas meja terpampang tulisan “tutup”, namun puluhan orang nampak antusias menunggu tulisan tersebut disingkirkan dan menandakan bahwa aktivitas dikantor tersebut dimulai. Nampak pula angka dalam kertas kecil berikut stempel disebelahnya yakni “58”, yang menandakan bahwa nomor antrianku adalah 58 dan harus menunggu 57 orang didepanku dipanggil satu per satu nantinya oleh petugas, bergegas kuraih nomor tersebut sebelum didahului oleh orang lain.
                Tentu anda warga kota Malang sudah sedikit bisa menebak dimana kejadian tersebut berlangsung.  Ya..., itu adalah pemandangan membayar pajak kendaraan bermotor di Samsat Corner tepatnya yang ada di pusat perbelanjaan yang paling besar di kota Malang, MOG.
Orang barat sering bilang “two thumbs up” yang kurang lebih arti bebasnya adalah dua jempol diacungkan, bahwasanya dua jempol tersebut menandakan bahwa orang yang memberikannya sangat hormat dan salut kepada orang yang diberinya, seperti pemandangan di MOG tersebut, ungkapan orang barat tersebut sedikit layak diberikan bagi masyarakat kota Malang, karena kesadaran mereka membayar pajak khususnya pajak kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat sangat tinggi antusiasnya. Ini dapat dilihat dari antrian panjang berjubel serta meluber dan mereka rela mengorbankan waktu yang minimal 1 jam diperlukan untuk sampai pada antrian ke-58, karena pada saat itu adalah 1 maret 2013 hari jum’at pagi pukul 10.00 WIB dan tepat pukul 11.00 petugas bank yang bekerjasama dengan pihak Samsat memanggil namaku untuk memberitahu nominal uang yang harus saya bayarkan untuk pajak kendaraan roda dua milikku dimana sebelumnya berkas berupa STNK asli dan KTP asli saya berikan kepada polisi wanita yang nampak cantik dan melayani dengan sangat sopan duduk persis disebelah petugas bank tersebut untuk meng-input dan mengesahkan data kendaraanku.
                Sebelum saya bayarkan sejumlah uang kepada pihak bank, seorang dengan penampilan rapi menyerobot pada kerumunan antrian panjang, dan semua orang menoleh ke arah orang tersebut seraya bergumam dalam hati, siapa gerangan orang tersebut?, pertanyaan tersebut terjawab setelah keluar kata-kata dari mulut beliau yakni, “mbak bukanya jam berapa ya?, terus tutupnya juga jam berapa?,. ya, dia adalah orang indonesia, dan sangat jelas dia adalah orang indonesia yang budaya membacanya rendah sekali, meskipun berpenampilan nyentrik dengan setelan baju rapi serta memakai jas plus kaca mata tergantung di baju tepat dibawah dagunya, namun sangat sayang sekali, penilaian orang disekitar antrian tersebut banyak yang mengatakan bahwa dia orang yang payah dalam hal membaca, kalah dengan anak TK yang ada tepat dibelakang dan dengan hebatnya menyebutkan kata perlahan lahan yang terpampang didepan pintu masuk Samsat Corner,.
                Tulisan yang lumayan besar dan tersebar pada tiga titik tersebut dibaca perlahan-lahan oleh anak TK tersebut seraya memecahkan keheningan suasana mengantri pada kantor yang berukuran +4x5 m lantai 2 MOG. “Sya-rat mem-ba-yar pa-jak ken-da-ra-an, sa-tu STNK as-li, du-a KTP as-li”, anak TK tersebut membaca sambil mendongakkan kepalanya dengan dibimbing ibu setengah baya yang memegangi tangannya.
                Ternyata, cukup dengan membawa STNK asli dan KTP asli pemilik kendaraan sudah bisa membayar pajak kendaraan di tengah pusat perbelanjaan kota Malang, hari senin sampai sabtu kantor tersebut akan buka mulai pukul 10.00 – 14.00, istirahat 14.00-16.00 dan buka kembali pukul 16.00 – 20.00. khusus akhir bulan kantor sudah tutup pukul 12.00, juga bisa bagi anda yang berasal dari luar kota malang, akan dilayani khusus pada hari sabtu pukul 10.00-12.00 dengan syarat administrasi yang sama.
Pihak kepolisian memang sengaja memanjakan warga masyarakat khususnya warga malang dengan harapan seluruh masyarakat menjadi sadar pajak serta ikut membangun kota melalui membayar pajak. Saya selaku warga wajib pajak juga ingin supaya pajak yang terkumpul tersebut menjadi manfaat dan berkah serta pemanfaatannya berguna bagi warga dan bisa dipertanggunjawabkan baik kepada warga masyarakat maupun kepada Tuhan YME.
 

Sabtu, 27 April 2013

Miskin Berani Bercita-cita




Miskin Berani Bercita-Cita


Bercita-cita adalah berani berfikir pada saat sekarang tentang nasib kita di masa yang akan datang. Apa saja yang kita pikirkan bila kita katakan dengan penuh kesungguhan dan dilakukan berulang-ulang akan menjadi kenyataan dimasa yang akan datang, Bercita-cita adalah sebuah instalasi program ke dalam otak tentang apa yang akan kita capai di masa yang akan datang.
            Cita-cita adalah bentuk akhir dari seluruh rencana kita. Tuhan sendiri tidak akan berkenan untuk mengubah nasib hambanya, kalau hamba itu tidak merubahnya sendiri. Apa yang anda pikirkan akan menjadi kenyataan, baik berpikir bisa atau tidak bisa. Oleh karena itu berpikirlah menjadi bisa, anda akan menjadi bisa. Bayangkan bila pada zaman dahulu tidak ada orang yang berani berpikir tentang energi listrik seperti Thomas Alfa Edison, mungkin sampai sekarang kita masih memakai obor. Bagaimana seandainya di Indonesia dulu tidak ada yang bermimpi ingin mempersatukan Nusantara seperti Gajah Mada?
            Mengutip cerita yang disampaikan Ainun Najib bahwasanya terdapat penumpang seorang wanita setengah baya. Setelah duduk di samping supir, serta merta sang supir bertanya kepadanya, “ibu turun di mana?” penumpang itu menjawab, ”Enggak Tau”. Si supir mengulang pertanyaannya dengan nada lebih dikeraskan, barangkali si Ibu tadi agak kurang baik pendengarannya, “maaf, ibu minta di antar ke mana?”. Penumpangnya tetap menjawab dengan datar, “Enggak Tau”. Kalau anda yang jadi supir angkot, kira-kira penumpang antik tadi mau anda antar kemana? Anda tentu akan mengatakan pada ibu itu,” kalau ibu tidak tau pergi kemana, bagaimana saya tau harus mengantarkan ibu kemana?
            Kegagalan atau kesuksesan hakikatnya hanya penyimpulan terhadap hasil upaya, pekerjaan, dan tugas dimana kalau hasilnya sesuai dengan ukuran dan standart yang kita inginkan disebut sukses dan jika sebaliknya dikatakan gagal. Seringkali seseorang terlalu dini menyimpulkan ketidakberhasilan padahal baru beberapa kali mencoba melakukannya
            Hal yang paling utama patut diperhatikan adalah menghindari untuk mencari kambing hitam terhadap kegagalan, karena sikap ini akan memasung upaya dalam meningkatkan kompetensi
            Banyak para tokoh-tokoh sukses Indonesia yang berasal dari keluarga miskin akan tetapi berani bercita-cita sehingga masa yang di usahakan dan ditunggu tiba untuk menjadi sukses.
Kebanyakan anak-anak Indonesia sekarang cita-citanya tinggi, bila kita tanya mau jadi apa, pasti mereka menjawab menjadi seorang  yang bergengsi seperti dokter, presiden, dll. Akan tetapi ketika mulai menapaki realitas kehidupan sehari-hari yang tidak selalu manis dan indah, kemauannya mulai meluntur, bermalas-malasan dan cenderung menuruti kesenangan, tidak tekun, takut mengahadapi kesulitan dsb. Ketika ditanya apa cita-citamu, mereka kaya sekali akan jawaban akan tetapi ketika berjalan pada realitas kehidupan miskin sekali akan usaha untuk mewujudkan, inilah penyebab regenarasi Ir.soekarno presiden pertama bangsa kita yang cerdas dan kaya ide sepi dan minim penggantinya.
 Orang sukses mengatakan jika cita-cita telah dipilih, langkah berikutnya adalah terus melakukan motivasi dengan cara afirmasi (kalimat positif yang diucapkan berulang-ulang sebagai penegasan). Afirmasi bisa diucapkan oleh orang lain, maupun oleh yang bersangkutan, misalnya, “pilihanmu paling benar, paling oke, dan paling cocok buat kamu, atau”saya bisa bila saya berfikir bahwa saya bisa. Presiden kita sudah memulai dengan membuat semboyan ”Indonesia Bisa”, dengan harapan kata ”bisa” konotasinya condong kepada hal yang baik, bukan sebaliknya yakni ”bisa juara 2”, ”bisa wakil”, akan tetapi ”bisa menjadi juara 1 kenapa harus juara 2, bisa jadi presiden kenapa harus jadi wakil” .
Teladan dari orangtua dan guru diyakini merupakan metode yang paling efektif, kenapa? Karena disadari atau tidak apapun yang kita pikirkan, rasakan, lakukan, akan bervibrasi kepada orang di sekitar kita. Anda tentu sangat mengenal proses Bluetooth pada pesawat seluler anda. Handphone anda bisa saling mengirim gambar dan lagu secara gratis dengan proses itu karena IC di dalam pesawat itu bila didekatkan akan saling memancar. Pertanyaannya, jika IC HP bisa saling memancar, bagaimana halnya dengan IC bikinan Tuhan yang ada dikepala anda?
            Mulai saat ini hati-hatilah dengan pikiran, perasaan dan perilaku anda, ia akan terus memancarkan gelombang dan sinyal kepada orang disekeliling anda, disadari ataupun tidak, disengaja ataupun tidak. Seorang istri akan merasa kurang nyaman ketika berdekatan dengan suami yang habis berselingkuh, para siswa tidak akan patuh dan segan pada guru  yang mengajarnya kurang tulus ikhlas. Yang tak kalah pentingnya adalah memuji itu gratis dan mencemooh harus dibayar mahal, kenapa anda tidak memilih memuji saja setiap hari,mudah kan?.