Rabu, 02 Juni 2021

Pejalanan #1 BERSYUKUR




Perjalanan #1

Bersyukur

 

                Bersyukur terkadang hal yang terlupakan. Hidup dengan rutinitas serta kenyamanan akan membuat lupa untuk bersyukur, memang tidak semua orang lupa untuk bersyukur. ia akan terasa ketika sesuatu itu hilang sementara maupun selamanya.

                Perjalanan dari Malang ke Nusa Tenggara dalam waktu 2 hari akan menjadikan seseorang pandai pandai bersyukur, limpahan air yang biasa ada berubah menjadi mahal, berlayar dengan durasi 12-20 jam menuju kampung halaman bukanlah waktu yang pendek. jauh dari tempat tinggal, di tengah laut, bekal kurang cukup, keterpaksaan membeli sesuatu yang biasa murah menjadi mahal. umumnya minuman 3000 dan mau tidak mau bila ingin membeli di dalam kapal laut menjadi 15.000. meminumnya pun seteguk demi seteguk, menikmati setiap air yang mengaliri tenggorokan sedikit demi sedikit. meneguk habis sebenarnya bisa, tetapi disinilah tempat dan waktu yang tepat untuk menajamkan rasa syukur, bahwa sesuatu yang biasanya melimpah dan lupa disyukuri akan menjadi mahal dibelahan bumi lainnya.

                Hamparan laut membuat ikan-ikan melimpah dan menjadi lauk harian, seikat sayur sawi menjadi mahal, seikat jahe juga ikut mahal karena tidak cukup pesat berkembang untuk ditanam disana. kebutuhan sayur hijau menjadi mahal tetapi sangatlah perlu untuk kesehatan, sehingga bagi yang tinggal di wilayah berlimpah sayur, bersyukurlah. pun halnya Adonara, limpahan ikan segar ada di sana juga perlu disyukuri, Tuhan memberi apa yang dibutuhkan manusia disetiap wilayah, untuk apa? yaitu untuk disyukuri keberadannya

SATU ADONARA

 

Satu Adonara

 

Laut membentuk kepribadian masyarakat Adonara. Dari kejauhan khususnya tanah jawa, orang akan melihat bahwa pribadi Adonara berwatak keras, karena yang mereka lihat adalah sample mahasiswa yang hadir di jawa yang tidak cukup valid untuk ditarik kesimpulan. Tetapi mohon maaf, kehadiranku di Lewotanah membuktikan dengan mata kepala bahwa, ternyata mereka lebih ‘jawa’ dari pada orang jawa, hati yang lembut sangat nampak dari kesehariannya.

Kita mengenal masyarakat jawa dengan adab atau unggah ungguh sopan santun dari tingkah laku maupun bahasa. Wujudnya perlahan sirna, dengan pesatnya kemajuan teknologi terlebih di tanah jawa yang diawali dari pintu gerbang bertuliskan “perumahan”, kelebihan masyarakat jawa yang tertuang di pepak, lagu, dongeng, lelagon, tarian, wayang, dsb perlahan hilang, bahkan di komplek peumahan terkadang dengan tetangga sendiri tidak mengenal maupun bertegur sapa atau individualis.

                Adonara memiliki kearifan lokal, jumlah penduduk yang mencapai 6000 orang tidak bisa dinilai dari hentakan suara, logat, maupun intonasi tinggi, itu semua merupakan wujud ekspresi pesisir laut dengan keindahan suaranya. ia bukanlah orang kasar, tetapi begitulah tekstur masyarakat Adonara sesungguhnya, mereka saling mengenal dari ujung timur ke barat, pun halnya ketika berjalan melewati rumah-rumah, senyum manis serta berbagai sapaan akan dilontarkan seperti Kaka, Bapa, Nana, Wae, Opu,Adik dsb. Semua dengan sopan santun persis seperti di buku buku pelajaran bahasa jawa, justru masyarakat Adonara yang mengaplikasikannya, karena nilai nilai tersebut telah diajarkan oleh leluhur setempat. saling menghargai, menghormati, serta saling membantu sangatlah kentara. Ketika terdapat hajatan, berbondong-bondong masyarakat menghadirinya, tidak cukup dari segala penjuru pesisir, tetapi dari arah gunung semua masyarakat turun demi menghadiri hajatan tersebut. indahnya masyarakat Adonara.

                Bermacam agama ada disana, tetapi sila ke-3 pancasila dijunjung tinggi, gereja dengan bangunan khas yang sangat indah menghiasi tepian pantai, pun halnya masjid berdiri rukun di sebelah gereja,  toleransi nyata ada disana. saling sapa, saling memberi, saling membantu, tidak ada egoisme, semua merasa satu, satu Adonara.


ADONARA OFFLINE

Adonara OFFLINE

 

                Bukan virus covid-19 yang membuat segalanya online. Jarak menjadi salah satu penyebab social distancing, bukan 1 atau 2 meter, tetapi ratusan kilometer atau berkisar kurang lebih 1000 KM. Perjumpaan sedari lahir tidaklah pernah yang membuat tanah leluhur tidak terpijak, tanah rantau menjadi ibu pertiwi merasuk qolbu menjadikan cinta, jiwa ini menjadi Arema. Perlahan, aliran darah yang dipompa jantung ini meskipun ia berputar-putar disatu wilayah saja, ia terpanggil untuk mengunjungi tanah dimana orangtua dibesarkan.

                Offline adalah pilihan yang paling tepat, meskipun melawan mindstream di tengah wabah covid-19 yang melanda. Kabar pernikahan adik bungsu tentu sangat menggembirakan, ia beruntung mendapatkan calon pengantin yang berasal dari Lewotanah*, sehingga panggilan untuk offline semakin kuat. Lukisan-lukisan di dinding rumah dengan corak khas Timur, seolah ikut memanggil-manggil. kakek, nenek, saudara, bahkan laut ikut memanggil. hadirlah.....

                Tubuh yang telah tepat berusia 35 tahun pada tanggal 23 mei 2021 ini, memutuskan memenuhi panggilan tersebut. tepat di hari ulang tahun, bergegas menuju bandara juanda Surabaya di keheningan pagi, persiapan matang telah dilakukan 1 bulan sebelumnya, sehingga sayap-sayap Citylink membantu terbang melawan arah matahari terbit. Lepas landas pukul 06.00 WIB dan hentakan kaki petama di bumi Timur tepat pukul 09.00 WITA. Perjalanan sejatinya 2 jam, tetapi karena perbedaan waktu terjadi selisih 1 jam.

                Kerlip kehidupan khas Nusa Tenggara seenarnya mulai nampak sedari ketinggian 500 meter di atas pesawat. Salam melanjut dari penjemput yang tak lain adalah Pak lik yang berpawakan tinggi besar, dengan postur tersebut mampu meredubkan suasana kerasnya Ibu Kota Nusa Tenggara Timur yakni Kupang. terik sinar yang menghujam sedikit berbeda dengan kota Pahlawan, pun halnya pemandangan selama perjalanan di kota tersebut sangat mencolok berbeda, dominasi warna biru menyambut di sebelah utara, serta sisa-sisa runtuhan reklame maupun bangunan masih terlihat menghiasai karena bencana alam angin kencang yang melanda di bulan maret 2021.

                Bergerak menuju pelabuhan penyeberangan untuk perjalanan berikutnya menjadikan tubuh ini seperti tertiup angin, ringan dan berhembus mengikuti arah panggilan sebelumnya. untuk menuju tanah kelahiran orang tua, perlu upaya berikutnya via kapal very atau kapal yang lumayan besar, dan perjalanan 12 jam mengarungi lautan lepas dengan hiasan ikan lumba-lumba maupun ikan tebang ‘indosiar’ di tengah laut, lukisan Yang Maha Kuasa berupa pantai nampak sangat indah. Deburan ombak terasa mengguncang ketika tubuh ini tertidur lelap di atas kapal, hingga akhirnya sirine khas kapal menyeruak ke seluruh daratan Adonara pertanda ia akan hadir bersama tubuh ini. bergegas melihat penampakan alam asli dari dataran yang sebelumnya memanggil. ia nampak ‘lentik’ dengan pesona pohon kelapa, deburan kecil ombak putih, serta juntaian pohon tuak berjumlah ratusan. tapi sayang, perjalanan ini belum usai, Adonara masih berjarak. ia bisa digapai dengan perahu yang lebih kecil.

Perahu itu bergerak menuju Adonara, tangan tak bisa dihalangi untuk memegang air laut, karena kecilnya perahu. Bersandar mesra di pelabuhan Dery Adonara. Aku Tiba. kucari cari sumber suara panggilan itu, berlanjut dengan perjalanan darat, gas  oto atau mobil pick up menderu deru mengiringi detak jantung yang berdegub. sepanjang perjalanan kusaksikan sisa sisa bencana alam di Adonara bulan maret 2021. pohon tinggi besar beserta akarnya berpindah tempat, ia tidak hanya satu, tetapi puluhan bahkan ratusan. Tanah becampur air, kayu, batu besar, semua meluluh lantakkan dataran  Adonara. Waiburak adalah wilayah yang kulewati dengan kerusakan terparah, jembatan hancur, rumah hancur, lahan perkebunan hancur, semua hancur. sedih....

                Tanah yang memanggilku, ternyata luluh lantak. Berbagai macam ekspresi kesedihan warga terlihat disepanjang perjalanan. Plat nomor sepeda motor dengan tulisan WAIBURAK 14-04-2021, adalah salah satu bentuk ekspresi pemuda yang kehilangan ibunya disaat banjir bandang melanda Adonara.

                di ujung Waiburak, berjarak 300 meter, adalah sumber panggilan yang terdengar dari tanah Jawa. Bertuliskan Waiwerang, menyusuri tepian laut beirkutnya berjarak 2 KM juga disusul tulisan berikutnya Lamahala. sinyal kuat ada disini, tanah kelahiran Bapakku. Ibnu Sina.

Akhirnya aku hadir Offline di Pulau Adonara.....

To be continued..............