Shodiq telah lama tinggal di bumi Arab Saudi semenjak +1400
tahun yang lalu, ia bersemayam di dalam dada orang yang sempurna, ia juga
ditebarkan, di praktikkan , dan diajarkan. Meskipun ketika ia berada di luar Arab
berganti nama, tetapi nilai-nilai yang dikandung oleh Shodiq tetaplah sama. Di belahan
bumi bagian barat ia berwujud Honest, dan ketika ke Timur dan tiba di Indonesia
ia berwujud Jujur, berganti nama tetapi ia tetap sama.
Berulang-ulang ia disebut
di dalam Al-Qur’an, kitab suci yang
sangat sempurna untuk menjadi panduan menjalani kehidupan manusia. Tidak
kurang ia disebutkan sebanyak 155 kali, bagaimana dengan Honest dan Jujur?
Apakah mereka iri tidak disebut namanya dalam Al-Qur’an?, tidak..!, mereka juga
dipanggil dalam satu seruan Shodiq, ia tetaplah Shodiq, karena ia sangat
autentik. Ketika Shodiq disebut pada hakikatnya ia juga memanggil Honest di
Amerika, Eerlijk di Belanda, Ehrlich di Jerman, Shojiki di Jepang, Onesto di
Italia, Iskreno di Bosnia dan Jujur di Melayu maupun Indonesia, dsb. Semua
terpanggil karena ia adalah yang disebut.
Ketika ia telah mendarah
daging dalam perbuatan seseorang, maka ia akan digelari sebagai Al-Amin, orang
yang dapat dipercaya karena memasukkan Shodiq dalam dadanya dan mempraktikkan
dalam kehidupan sehari-hari. Siapakah manusia yang digelari Al-Amin itu? Tentu
kita kenal beliau adalah Rasulullah Muhammad Saw, ia hadir untuk memberikan
contoh kepada kita semua bagaimana memperlakukan Shodiq, bagaimana mensetting
Shodiq dalam diri kita masing-masing, dan ia diciptakan untuk compatibel
atau sesuai dengan makhluk bernama manusia.
Terkadang ada manusia yang
ketika terinstal dalam dirinya Shodiq, tetapi ia jarang mempergunakannya,
sehingga ia memanfaatkan fasilitas instalasi lainnya berupa Kadzab atau Dusta
maupun Bohong. Shodiq dan Kadzab senantiasa berkebalikan, ia tidak bisa
dilakukan bersamaan dalam satuan waktu yang sama. Seperti hal nya aktifitas duduk
dan berdiri, ia tidak bisa dilakukan bersama sama, duduk sambil berdiri tentu
tidak bisa. Jujur sambil berbohong juga tidak bisa, sehingga ia harus memilih
salah satu. Ketika seseorang melakukan kebohongan sekali, maka ia akan menutupi
kebohongan-kebohongan berikutnya juga dengan bohong. Ketika seseorang terbiasa
jujur, maka ia akan menjadi bimbang ketika hendak berbohong.
Di Indonesia dan di tempat lain, Shodiq atau Kejujuran juga
sering dianggap sebagai mata uang yang berlaku di mana-mana, itulah ungkapan
bijak yang sering kita dengar. Tidak perlu ke tempat penukaran mata uangg
ketika memasuki wilayah atau daerah lain, karena Shodiq akan laku dan paling di
cari dalam segala aktifitas. Dan tidak kurang-kurang Allah memberikan pelajaran
pentingnya Shodiq, sebut saja dalam beberapa surat yakni Al ahzab:24, Az zumar
ayat 33-35, Attaubah 119, Al Maidah 119, Alankabut 3, dst.
Bagi yang tidak menggunakan mata uang kejujuran maka ia
akan mendapat peringatan dini dari Al-Qur’an seperti pada surat Al-Muttaffifin:
1. Celakalah orang yang curang, tidak jujur, sehingga supaya tidak celaka
bersegera untuk menggunakan mata uang kejujuran dalam kehidupan di dunia ini. Tetapi,
sungguh sangat mengherankan bahwa di jaman sekarang justru terbalik dengan
istilah jujur ajur atau jujur hancur, orang-orang jujur sangat langka
dan minoritas, sehingga ketika bersuara ia tertutupi oleh gaung dan gema
kedustaan di sekitarnya. Padahal dalam Al-Quran telah dijanjikan bahwa orang
jujur akan di masukkan dalam satu surga dengan para nabi, syuhada’ dan orang
soleh (An-Nisa 69)
Ibnu Qoyyim Al Jauziyah menyebutkan bahwa ada 3 aspek
dalam diri kita yakni perkataan, perbuatan, dan mental. Beliau mengatakan bahwa
kejujuran dapat dilihat dari intensitas dan kesungguhan seseorang dalam menjaga
ketiganya. Contoh nyata sosok manusia yang mampu memelihara ketiga aspek
tersebut dan di abadikan dalam Al Quran adalah nabi Ibrahim a.s dan juga nabi
Idris (Maryam 56). Selain itu juga, pendapat Al Jauzi tersebut selaras dengan
apa yang di bangku sekolah dulu pernah dijarkan kepada kita, pada poin terakhir
Dasa Dharma Pramuka yakni suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Karena
pada hakikatnya ketiganya membutuhkan keselarasan dan juga perjuangan serta
keistiqomahan, perlu usaha untuk
senantiasa membuatnya suci dan bersih, setiap ia kotor segera dibersihkannya.Tentu
kita masih ingat kisah yang diceritakan pada masa kecil dahulu. Tentang sucinya
pikiran, perkataan, dan perbuatan seorang pemuda yang menjadi Raja karena
kejujurannya.
Dahulu ada seorang raja yang sudah memasuki usia senja
dan ingin mencari generasi penerus sebagai gantinya kelak. Berbeda dengan
kebiasaan di masa itu, raja tidak menunjuk anak anaknya sebagai penggantinya,
sang raja memiliki cara yang tidak mindstream, karena ia sangat ingin
kelak penggantinya merupakan orang yang benar-benar jujur dan mampu menjadi
seorang raja.
Suatu ketika raja
memanggil seluruh pemuda yang berada di negeri itu, dan berpidato di hadapan
mereka. ‘aku ingin mengadakan sayembara, kalian semua akan mendapatkan sebuah
biji. Tanamlah biji ini, rawatlah, dan kembalilah satu tahun lagi dengan
tanaman kalian masing-masing. Bagi yang memiliki tanaman terbaik, akan langsung
ku tunjuk menjadi raja menggantikanku,’ kata raja.
Mendengar pengumuan sang
raja, semua pemuda antusias untuk merawat biji tersebut sebaik baiknya. Seorang
pemuda bernama Shabri terlihat sangat antusias. Ia menanam biji itu dan
meyiraminya setiap hari sepenuh hati. Hari demi hari ia jalani, tapi sampai
sebulan berlalu, dari biji yang ia tanam itu belum tumbuh apa-apa. Bahkan bulan
pun perlahan terus berganti, hingga setelah enam bulan ketika para pemuda
lainnya mulai membicarakan tanaman mereka yang tumbuh dengan tinggi dan
bagusnya. Bahkan sebagian ada yang menceritakan kalau sudah tumbuh buah, namun
yang terjadi pada Shabri adalah tanamannya tak kunjung menunjukkan tanda-tanda
akan tumbuh. Hatinya mulai gusar dan gelisah.
Tanpa terasa, setahun
berlalu, semua pemuda diminta membawa tanamannya kepada sang raja. Mereka pun
dengan sangat antusias datang ke istana membawa hasil tanamannya yang
diletakkan di pot-pot agak besar. Masing masing saling membanggakan hasil
tanamannya. Hal ini berbeda dengan biji yang ditanam Shobri, yang tidak
menghasilkan apapun dari biji yang ditanamnnya tersebut.
Oleh karenanya, ia pun
tidak datang menghadap sang raja. Namun ibunya mendorongnya untuk pergi dan
berbicara apa adanya kepada Sang Raja. Karena apapun hasilnya, itu merupakan
amanah dari Raja, yang ia hrus ‘tunaikan’ dan ia pertanggungjawabkan. Akhirnya,
setelah beristikharah cukup panjang, ia pun berangkat ke Istana dengan tujuan
mempertanggungjawabkan hasil kerjanya kepada Raja, dengan membawa pot yang
masih kosong tanpa ada satu tangkai tanaman pun yang tumbuh. Kedatangannya
disambut dengan cemoohan, ejekan dan olokan para pemuda lainnya. Shabri hanya
terdiam dan berusaha menenangkan diri, seraya memperbanyak istighfar kepada
Allah Swt.
Tak lama kemudian raja
muncul dan mulai memeriksa hasil tanaman seluruh pemuda. Belia mengungkapkan
“kerja kalian bagus, tanaman kalian bukan main indahnya, dan tibalah saatnya
bagiku sekarang menunjuk seorang dari kalian untuk menjadi raja yang baru’.
Mendengar itu, semua pemuda berharap agar dirinyalah yang akan ditunjuk oleh
Raja, untuk menggantikannya.
Suasana
menjadi sepi dan senyam. Semua terdiam, menantikan kata-kata yang akan keluar
dari sang Raja. Tiba-tiba Raja memanggil Shabir yang berada di baris paling
belakang. Mendengar namanya dipanggil, Shabri panik, “jangan-jangan aku akan
dihukum karena tidak mampu merawat biji yang diamanahkan Raja kepadaku”
gumamnya. Suasanapun tiba-tiba berubah menjadi riuh rendah penuh dengan ejekan
dan cemoohan hadirin yang menyaksikan pot Shabri kosong melompong. Tanpa
sebatang tangkaipun tumbuh dari biji yang ditanamnya. Raja tiba-tiba berteraiak
“Diam semuanya...!” semua pemuda tertegun. Raja kemudian menoleh kepada Shabri,
dan kemudian beliau mengumumkan, “inilah raja kalian yang baru!”. Semua
terkejut. Bagaimana mungkin orang yang gagal menjadi raja?
Menyadari keheranan
mereka, raja kemudian melanjutkan “setahun yang lalu aku memberi kalian sebuah
biji untuk ditanam. Tapi yang kuberikan kepada kalian adalah biji yang sudah
direbus terlebih dahulu. Dan oleh karenanya pasti tidak akan pernah dapat
tumbuh. Dan ternyata kalian semua telah menggantinya dengan biji yang lain”.
“Hanya Shabrilah
satu-satunya pemuda yang tidak menggantinya dengan biji yang lain. Shabri telah
bersikap jujur, terhadap amanah yang aku embankan kepadanya”, kata sang Raja.
“dan aku menginginkan penggantiku kelak adalah orang yang memiliki kejujuran
dan keberanian. Jujur karena tidak mengganti biji dariku dengan biji lain,
berani karena datang ke istana membawa pot dengan biji yang kuberikan, meskipun
tidak tumbuh apapun darinya. Karena itulah, dia aku angkat menjadi raja
menggantikan kedudukanku.
Pesan dalam kisah tersebut
adalah apapun kondisinnya tetap menjadikan kejujuran nomor satu, keberanian dan
kejujuran bila dimiliki oleh seseorang maka ia akan berhasil dalam hidupnya.
Itulah makna kejujuran Shodiq. Semoga kita semua dapat menanamkan dalam diri
kita masing-masing kejujuran, mengistiqomahkan dalam kehidupan sehari-hari
serta menebarkan dan mengajarkan kepada orang lain tentang makna kejujuran
melalui perkataan dan perbuatan.
Sumber cerita
tentang Pemuda & Raja : www.kalam.sindonews.com
Hasan Albana
lahir di Malang 23 mei 1986, berprofesi sebagai guru olahraga di SDIT Ahmad
Yani Malang. Menyukai dunia tulis menulis dan olahraga lari. Dapat dihubungi di
0856-4546-6162. hhasanaalbana@gmail.com
teacher.hasan@sditahmadyani.sch.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar