Rabu, 24 Maret 2021

MAKNA KEJUJURAN CAK SHODIQ


 

Shodiq telah lama tinggal di bumi Arab Saudi semenjak +1400 tahun yang lalu, ia bersemayam di dalam dada orang yang sempurna, ia juga ditebarkan, di praktikkan , dan diajarkan. Meskipun ketika ia berada di luar Arab berganti nama, tetapi nilai-nilai yang dikandung oleh Shodiq tetaplah sama. Di belahan bumi bagian barat ia berwujud Honest, dan ketika ke Timur dan tiba di Indonesia ia berwujud Jujur, berganti nama tetapi ia tetap sama.

            Berulang-ulang ia disebut di dalam Al-Qur’an, kitab suci yang  sangat sempurna untuk menjadi panduan menjalani kehidupan manusia. Tidak kurang ia disebutkan sebanyak 155 kali, bagaimana dengan Honest dan Jujur? Apakah mereka iri tidak disebut namanya dalam Al-Qur’an?, tidak..!, mereka juga dipanggil dalam satu seruan Shodiq, ia tetaplah Shodiq, karena ia sangat autentik. Ketika Shodiq disebut pada hakikatnya ia juga memanggil Honest di Amerika, Eerlijk di Belanda, Ehrlich di Jerman, Shojiki di Jepang, Onesto di Italia, Iskreno di Bosnia dan Jujur di Melayu maupun Indonesia, dsb. Semua terpanggil karena ia adalah yang disebut.

            Ketika ia telah mendarah daging dalam perbuatan seseorang, maka ia akan digelari sebagai Al-Amin, orang yang dapat dipercaya karena memasukkan Shodiq dalam dadanya dan mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Siapakah manusia yang digelari Al-Amin itu? Tentu kita kenal beliau adalah Rasulullah Muhammad Saw, ia hadir untuk memberikan contoh kepada kita semua bagaimana memperlakukan Shodiq, bagaimana mensetting Shodiq dalam diri kita masing-masing, dan ia diciptakan untuk compatibel atau sesuai dengan makhluk bernama manusia.

            Terkadang ada manusia yang ketika terinstal dalam dirinya Shodiq, tetapi ia jarang mempergunakannya, sehingga ia memanfaatkan fasilitas instalasi lainnya berupa Kadzab atau Dusta maupun Bohong. Shodiq dan Kadzab senantiasa berkebalikan, ia tidak bisa dilakukan bersamaan dalam satuan waktu yang sama. Seperti hal nya aktifitas duduk dan berdiri, ia tidak bisa dilakukan bersama sama, duduk sambil berdiri tentu tidak bisa. Jujur sambil berbohong juga tidak bisa, sehingga ia harus memilih salah satu. Ketika seseorang melakukan kebohongan sekali, maka ia akan menutupi kebohongan-kebohongan berikutnya juga dengan bohong. Ketika seseorang terbiasa jujur, maka ia akan menjadi bimbang ketika hendak berbohong.

Di Indonesia dan di tempat lain, Shodiq atau Kejujuran juga sering dianggap sebagai mata uang yang berlaku di mana-mana, itulah ungkapan bijak yang sering kita dengar. Tidak perlu ke tempat penukaran mata uangg ketika memasuki wilayah atau daerah lain, karena Shodiq akan laku dan paling di cari dalam segala aktifitas. Dan tidak kurang-kurang Allah memberikan pelajaran pentingnya Shodiq, sebut saja dalam beberapa surat yakni Al ahzab:24, Az zumar ayat 33-35, Attaubah 119, Al Maidah 119, Alankabut 3, dst.

Bagi yang tidak menggunakan mata uang kejujuran maka ia akan mendapat peringatan dini dari Al-Qur’an seperti pada surat Al-Muttaffifin: 1. Celakalah orang yang curang, tidak jujur, sehingga supaya tidak celaka bersegera untuk menggunakan mata uang kejujuran dalam kehidupan di dunia ini. Tetapi, sungguh sangat mengherankan bahwa di jaman sekarang justru terbalik dengan istilah jujur ajur atau jujur hancur, orang-orang jujur sangat langka dan minoritas, sehingga ketika bersuara ia tertutupi oleh gaung dan gema kedustaan di sekitarnya. Padahal dalam Al-Quran telah dijanjikan bahwa orang jujur akan di masukkan dalam satu surga dengan para nabi, syuhada’ dan orang soleh (An-Nisa 69)

Ibnu Qoyyim Al Jauziyah menyebutkan bahwa ada 3 aspek dalam diri kita yakni perkataan, perbuatan, dan mental. Beliau mengatakan bahwa kejujuran dapat dilihat dari intensitas dan kesungguhan seseorang dalam menjaga ketiganya. Contoh nyata sosok manusia yang mampu memelihara ketiga aspek tersebut dan di abadikan dalam Al Quran adalah nabi Ibrahim a.s dan juga nabi Idris (Maryam 56). Selain itu juga, pendapat Al Jauzi tersebut selaras dengan apa yang di bangku sekolah dulu pernah dijarkan kepada kita, pada poin terakhir Dasa Dharma Pramuka yakni suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Karena pada hakikatnya ketiganya membutuhkan keselarasan dan juga perjuangan serta keistiqomahan, perlu usaha  untuk senantiasa membuatnya suci dan bersih, setiap ia kotor segera dibersihkannya.Tentu kita masih ingat kisah yang diceritakan pada masa kecil dahulu. Tentang sucinya pikiran, perkataan, dan perbuatan seorang pemuda yang menjadi Raja karena kejujurannya.

Dahulu ada seorang raja yang sudah memasuki usia senja dan ingin mencari generasi penerus sebagai gantinya kelak. Berbeda dengan kebiasaan di masa itu, raja tidak menunjuk anak anaknya sebagai penggantinya, sang raja memiliki cara yang tidak mindstream, karena ia sangat ingin kelak penggantinya merupakan orang yang benar-benar jujur dan mampu menjadi seorang raja.

            Suatu ketika raja memanggil seluruh pemuda yang berada di negeri itu, dan berpidato di hadapan mereka. ‘aku ingin mengadakan sayembara, kalian semua akan mendapatkan sebuah biji. Tanamlah biji ini, rawatlah, dan kembalilah satu tahun lagi dengan tanaman kalian masing-masing. Bagi yang memiliki tanaman terbaik, akan langsung ku tunjuk menjadi raja menggantikanku,’ kata raja.

            Mendengar pengumuan sang raja, semua pemuda antusias untuk merawat biji tersebut sebaik baiknya. Seorang pemuda bernama Shabri terlihat sangat antusias. Ia menanam biji itu dan meyiraminya setiap hari sepenuh hati. Hari demi hari ia jalani, tapi sampai sebulan berlalu, dari biji yang ia tanam itu belum tumbuh apa-apa. Bahkan bulan pun perlahan terus berganti, hingga setelah enam bulan ketika para pemuda lainnya mulai membicarakan tanaman mereka yang tumbuh dengan tinggi dan bagusnya. Bahkan sebagian ada yang menceritakan kalau sudah tumbuh buah, namun yang terjadi pada Shabri adalah tanamannya tak kunjung menunjukkan tanda-tanda akan tumbuh. Hatinya mulai gusar dan gelisah.

            Tanpa terasa, setahun berlalu, semua pemuda diminta membawa tanamannya kepada sang raja. Mereka pun dengan sangat antusias datang ke istana membawa hasil tanamannya yang diletakkan di pot-pot agak besar. Masing masing saling membanggakan hasil tanamannya. Hal ini berbeda dengan biji yang ditanam Shobri, yang tidak menghasilkan apapun dari biji yang ditanamnnya tersebut.

            Oleh karenanya, ia pun tidak datang menghadap sang raja. Namun ibunya mendorongnya untuk pergi dan berbicara apa adanya kepada Sang Raja. Karena apapun hasilnya, itu merupakan amanah dari Raja, yang ia hrus ‘tunaikan’ dan ia pertanggungjawabkan. Akhirnya, setelah beristikharah cukup panjang, ia pun berangkat ke Istana dengan tujuan mempertanggungjawabkan hasil kerjanya kepada Raja, dengan membawa pot yang masih kosong tanpa ada satu tangkai tanaman pun yang tumbuh. Kedatangannya disambut dengan cemoohan, ejekan dan olokan para pemuda lainnya. Shabri hanya terdiam dan berusaha menenangkan diri, seraya memperbanyak istighfar kepada Allah Swt.

            Tak lama kemudian raja muncul dan mulai memeriksa hasil tanaman seluruh pemuda. Belia mengungkapkan “kerja kalian bagus, tanaman kalian bukan main indahnya, dan tibalah saatnya bagiku sekarang menunjuk seorang dari kalian untuk menjadi raja yang baru’. Mendengar itu, semua pemuda berharap agar dirinyalah yang akan ditunjuk oleh Raja, untuk menggantikannya.

            Suasana menjadi sepi dan senyam. Semua terdiam, menantikan kata-kata yang akan keluar dari sang Raja. Tiba-tiba Raja memanggil Shabir yang berada di baris paling belakang. Mendengar namanya dipanggil, Shabri panik, “jangan-jangan aku akan dihukum karena tidak mampu merawat biji yang diamanahkan Raja kepadaku” gumamnya. Suasanapun tiba-tiba berubah menjadi riuh rendah penuh dengan ejekan dan cemoohan hadirin yang menyaksikan pot Shabri kosong melompong. Tanpa sebatang tangkaipun tumbuh dari biji yang ditanamnya. Raja tiba-tiba berteraiak “Diam semuanya...!” semua pemuda tertegun. Raja kemudian menoleh kepada Shabri, dan kemudian beliau mengumumkan, “inilah raja kalian yang baru!”. Semua terkejut. Bagaimana mungkin orang yang gagal menjadi raja?

            Menyadari keheranan mereka, raja kemudian melanjutkan “setahun yang lalu aku memberi kalian sebuah biji untuk ditanam. Tapi yang kuberikan kepada kalian adalah biji yang sudah direbus terlebih dahulu. Dan oleh karenanya pasti tidak akan pernah dapat tumbuh. Dan ternyata kalian semua telah menggantinya dengan biji yang lain”.

            “Hanya Shabrilah satu-satunya pemuda yang tidak menggantinya dengan biji yang lain. Shabri telah bersikap jujur, terhadap amanah yang aku embankan kepadanya”, kata sang Raja. “dan aku menginginkan penggantiku kelak adalah orang yang memiliki kejujuran dan keberanian. Jujur karena tidak mengganti biji dariku dengan biji lain, berani karena datang ke istana membawa pot dengan biji yang kuberikan, meskipun tidak tumbuh apapun darinya. Karena itulah, dia aku angkat menjadi raja menggantikan kedudukanku.

            Pesan dalam kisah tersebut adalah apapun kondisinnya tetap menjadikan kejujuran nomor satu, keberanian dan kejujuran bila dimiliki oleh seseorang maka ia akan berhasil dalam hidupnya. Itulah makna kejujuran Shodiq. Semoga kita semua dapat menanamkan dalam diri kita masing-masing kejujuran, mengistiqomahkan dalam kehidupan sehari-hari serta menebarkan dan mengajarkan kepada orang lain tentang makna kejujuran melalui perkataan dan perbuatan.

 

Sumber cerita tentang Pemuda & Raja  : www.kalam.sindonews.com


Hasan Albana lahir di Malang 23 mei 1986, berprofesi sebagai guru olahraga di SDIT Ahmad Yani Malang. Menyukai dunia tulis menulis dan olahraga lari. Dapat dihubungi di 0856-4546-6162.  hhasanaalbana@gmail.com

teacher.hasan@sditahmadyani.sch.id